KOLOM OPINI (kabarsidoarjo.com)- Saat ini seluruh masyarakat di hampir seluruh dunia, sedang merasakan krisis ekonomi berat karena adanya pandemi Covid-19.
Penerapan membatasi mobilitas sosial atau physical distancing, sampai pada penghentian seluruh kegiatan ekonomi atau lockdown yang dilakukan banyak negara di dunia, telah melumpuhkan pergerakan ekonomi secara global.
Virus SARS-CoV-2 yang menginfeksi individu pertamanya di Wuhan China, menyebar ke seluruh penjuru dunia tak terkecuali Indonesia.
Pemerintah Indonesia mengkonfirmasi kasus Covid-19 pertama di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 dan kemudian menjadi wabah yang belum ditemukan obatnya.
Per 25 Desember 2020, kasus positif Covid-19 sudah tembus mencapai angka 700.097 kasus, sebanyak 570.304 kasus di antaranya dinyatakan sembuh, sedangkan kasus meninggal dunia bertambah mencapai 20.847 orang.
Pemerintah Indonesia menerapkan beberapa langkah seperti menganjurkan warganya untuk tetap berada di rumah, hingga pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau disingkat PSBB.
Meskipun memang, kebijakan tersebut menunjukkan adanya pembatasan kebebasan sipil masyarakat untuk berkumpul, serta menyebabkan adanya kemunduran dalam kinerja masyarakat dalam sektor ekonomi yang pada akhirnya berujung pada jatuhnya perekonomian pada skala nasional.
PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi virus corona, untuk mencegah kemungkinan penyebaran makin meluas.
Membatasi mobilitas lokal penduduk, maupun secara lokal sirkuler dan temporer terutama bagi penduduk yang berdomisili di daerah seperti Jabodetabek, wilayah Bandung Raya, Kota Makassar, Kota Pekanbaru, Kota Tegal, Kota Banjarmasin, Kota Tarakan, Kota Surabaya, Kabupaten Gowa, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, hingga provinsi Sumatera Barat.
Kebijakan PSBB dilaporkan menyebabkan jumlah penduduk miskin semakin meningkat.
Laporan dari Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab Southeast Asia menunjukkan adanya peningkatan jumlah pengangguran sejak mewabahnya Covid-19 di seluruh wilayah di Indonesia.
Situasi terjadi akibat banyaknya perusahaan atau usaha-usaha menengah terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja.
Pekerja harian kehilangan mata pencahariannya.
Pedagang kehilangan pelanggannya. Banyak sektor-sektor usaha kecil menengah (UKM) kehilangan konsumen.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyatakan bahwa krisis ekonomi akibat Covid-19 lebih daripada krisis ekonomi di tahun 1998.
Menyikapi dampak yang terjadi pada situasi ekonomi masyarakat, Pemerintah melalukan beberapa skema bantuan untuk membantu masyarakat selama pandemi Covid-19. Dana sebesar Rp 203,9 triliun telah dikucurkan untuk program jaring pengaman sosial.
Berbagai bantuan ini diharapkan bisa meringankan beban masyarakat yang ekonominya terdampak pandemi.
Selain itu, bantuan ini diharapkan kembali bisa mendongkrak perekonomian yang tumbuh minus 5,32 persen pada kuartal II 2020.
Hal ini direalisasikan dalam bentuk berbagai program dengan tujuan meringankan beban ekonomi masyarakat ekonomi lemah.
Dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia (26/9/2020), Presiden Joko Widodo menyebutkan sejumlah program perlindungan sosial tersebut.
Diantaranya adalah Program Keluarga Harapan (PKH), BNPT Sembako, Bantuan Sosial Tunai, Kartu Prakerja, BLT, Dana Desa, Banpres Produktif untuk Modal Kerja UMKM, Subsidi Gaji, dan diskon listrik.
Pelaksanaan Realisasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional perlindungan sosial ini telah berjalan sampai 23 September 2020, dengan rincian sebagai berikut:
1.Program Keluarga Harapan, telah tersalurkan Rp 29,133 triliun dan sudah diterima oleh 10 juta penerima manfaat.
2.Program Sembako, telah tersalurkan Rp 30,978 triliun dan sudah diterima 19,41 juta penerima manfaat.
3.Program Sembako di Jabodetabek, telah tersalurkan Rp 4,407 triliun dan sudah diserahterimakan kepada 1,9 juta penerima manfaat.
4.Program Bansos Tunai di luar Jabodetabek, juga telah tersalurkan Rp 24,787 triliun dan sudah diterima 9,1 juta penerima manfaat.
5.Program Kartu Prakerja untuk yang terkena PHK, juga telah tersalurkan Rp 16,617 triliun dan sudah diterima oleh 4,8 juta penerima manfaat.
6.Program BLT Dana Desa, telah tersalurkan Rp 11,730 triliun dan sudah diterima 7,55 penerima manfaat.
7.Untuk UMKM terdapat Banpres Produktif untuk Modal Kerja, telah tersalurkan Rp 14,183 triliun untuk diterima 5,9 juta penerima manfaat yaitu UMKM.
8.Program Subsidi Gaji, telah tersalurkan Rp 10,800 triliun dan sudah diterima 9 juta penerima manfaat.
9.Diskon Listrik, telah tersalurkan Rp 3,455 triliun, sudah diterima 31,4 juta penerima subsidi listrik.
Seiring dengan berjalannya program pemerintah ini, KPK melaporkan adanya operasi tangkap tangan Menteri Sosial Juliari Batubara ditetapkan sebagai tersangka kasus suap bantuan Covid-19 pada Minggu (6/12/2020) sekitar pukul 01.03 WIB dini hari.
KPK menetapkan ada 5 tersangka dalam kasus ini.
Ketua KPK, Firli Banuri mengatakan, dari hasil tangkap tangan ini, ditemukan uang dengan pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing, masing-masing sejumlah sekitar Rp 11,9 miliar, USD 171,085 (setara Rp 2,420 M), dan SGD 23.000 (setara Rp 243 juta).
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan, pejabat pusat dan daerah yang melakukan tindak korupsi berkaitan dengan anggaran bencana Covid-19 terancam hukuman mati.
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diancam dengan paling tinggi seumur hidup atau 20 tahun penjara.
Namun, dalam keadaan bencana seperti saat Covid-19 ini, maka ancaman hukuman mati ini diberlakukan berdasarkan UU yang berlaku,” tegas Mahfud dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2020, 15 Juni lalu.
Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi: “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.” Ketua KPK Firli Bahuri pada Agustus lalu.
Supaya dana bansos tidak dikorupsi oknum petinggi negara, hemat penulis semestinya aparat penegak hukum saling bersinergi dimana KPK, pihak kepolisian, kejaksaan, tim kuasa hukum atau advokat dan hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi, lebih tegas dan berani menegakkan peraturan perundang-undangan.
Yang sudah jelas diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi, memberikan hukuman maksimal penjara seumur hidup maupun memberlakukan hukuman mati, guna memberikan efek jera bagi para terpidana kasus korupsi meskipun budaya masyarakat Indonesia masih menolak adanya hukuman mati di Indonesia.(*)
Oleh : Dian Sari Pratiwi,
Advokat Kantor Hukum Nurhadi & Partners,
Mahasiswa Magister Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya