
SIDOARJO – Minimnya Anggaran pengadaan belanja program penanganan polusi udara dan limbah pabrik yang diajukan Badan Lingkungan Hidup (BLH), mendapat sorotan tajam dari salah satu anggota komisi C DPRD Sidoarjo M. Zainul Lutfi.
Pasalnya dari anggaran pos belanja langsung yang diajukan sebesar Rp 3.654.464.900, BLH hanya mengajukan angka Rp 574 juta untuk pengadaan belanja program polusi udara dan limbah industri.
Zainul Lutfi. menegaskan, sikap BLH itu tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat, Khususnya masyarakat yang terimbas limbah dan polusi pabrik.
“Program-program yang diajukan BLH tidak match dengan kebutuhan masyarakat. Ini kita ketahui dari hasil paparan antara BLH dengan Komisi C beberapa hari lalu,” tukasnya.
Dari sekitar 1.800 perusahaan yang ada di Sidoarjo, ada sekitar 600 perusahaan yang melakukan pencemaran udara dan tidak mengolah limbahnya dengan benar.
“Salah satu contohnya adalah tercemarnya Sungai Kedunguling. Selain itu, sungai-sungai di kawasan Wilayut (Kecamatan Sukodono) juga banyak yang tercemar limbah perusahaan. Kalau kondisi ini tidak secepatnya ditangani, kasus yang menimpa Sungai Kedunguling sangat berpotensi bakal terulang lagi,” paparnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, M.Lutfi menegaskan pihak BLH seharusnya mengajukan anggaran yang cukup di APBD tahun depan.
Anggaran itu, salah satunya untuk melakukan sosialisasi ke perusahaan-perusahaan bermasalah tersebut, agar lebih baik dalam mengolah limbah produksinya.
“Apalagi terkait persoalan limbah, saat ini sudah ada Undang-undang Menteri LH (lingkungan hidup). Undang-undang ini tidak pernah dipublikasi secara efektif oleh BLH. Padahal di dalamnya ada ketentuan, perusahaan yang membuang limbahnya melebihi ambang batas konsekuensinya bisa ditutup,” tegasnya
Saat bertemu BLH, masalah ini sebenarnya sudah disampaikan secara langsung. Saat itu, BLH kembali beralasan terkendala masalah SDM (sumber daya manusia) dan ketersediaan anggaran.
”Alasannya selalu seperti itu. Tapi dalam pengajuan, mereka (BLH) tidak pernah mengajukan anggaran yang korelatif dengan kebutuhan masyarakat. ” pungkasnya. (Abidin)