SIDOARJO (kabarsidoarjo.com)- Usaha bahan baku rambak milik H.Khotib di Desa Sudimoro Tulangan, disemprit komisi C DPRD Sidoarjo.
Pasalnya, dari hasil uji lab yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sidoarjo dan ditunjukkan kepada komisi C, bahan baku kulit setengah jadi yang dibeli Khotib, mengandung unsur kimia yang cukup berbahaya.

“Hasil lab yang kita lakukan pada air bekas cucian kulit itu, memang ada unsur kimia berjenis krum yang melebihi ambang batas,” terang Kepala BLH Sidoarjo Erny Setyawati SH, saat hearing dengan komisi C DPRD sidoarjo, Selasa (10/1/2012).
Selain temuan unsur krum, dalam hearing yang juga diikuti H.Khotib selaku pemilik usaha kulit setengah jadi itu, ditemukan pula bahan H2S melebihi ambang batas.
H2S sendiri merupakan senyawa yang biasa digunakan untuk meluruhkan sisa bulu yang masih menempel pada kulit untuk bahan baku rambak.
“Efeknya jika ini dikonsumsi secara terus menerus, akan menyebabkan gangguan pada lambung hingga gangguan pada liver,” tegas Erny yang dikuatkan perwakilan Dinas Kesehatan yang turut hadir dalam hearing ini.
Sikap komisi C sendiri setelah menerima temuan tersebut, meminta adanya upaya pengetatan aktifitas dari usaha penncucian, pengeringan hingga penjualan kulit setengah jadi milik Khotib itu.
Seperti yang dilontarkan Anik Maslackhah anggota komisi C dari FKB, yang meminta H.Khotib mencari bahan baku kulit dari Rumah Potong Hewan (RPH), demi mengantisipasi adanya unsur kimia pada kulit tersebut.
“Jika selama ini bahan baku kulit yang dimiliki H.Khotib didapatkan melalui PT Surya Suprana sebuah perusahaan penyedia bahan baku kulit mentah, saya sarankan untuk mencoba mendapatkan kulit langsung dari RPH. Karena saya yakin kulit hewan yang diambilkan langsung dari RPH, sangat jauh dari kandungan kimia,” terang Anik.
Lontaran tak kalah keras datang dari Emir Firdaus ST anggota komisi C dari FPAN.
Dalam usulnya, Emir meminta usaha pencucian kulit itu dihentikan sementara, sambil menunggu pembangunan IPAL yang memadai.
“Kalau ini dibiarkan, maka usaha ini sudah melanggar Psl 98 UU No 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup. Dan ancaman hukumannya mencapai 3 tahun penjara,” tutur Emir.
Sementara itu Khotib saat dikonfirmasi selepas hearing, mengaku akan mengikuti anjuran dari komisi C untuk kelangsungan usahanya.
Diantaranya, tidak lagi mencuci kulit tersebut dengan menggunakan aliran sungai, juga siap menanam pohon untuk menekan limbah udara yang dihasilkan dari aktifitas jemur kulit itu.
“Saya akan ikuti anjuran dari dewan, karena bagaimanapun usaha ini adalah usaha sampingan untuk istri saya,” ucapnya lirih.(Abidin)