SIDOARJO (kabarsidoarjo.com)-Panitia khusus Raperda Pemilihan Kepala desa DPRD Sidoarjo, terus melakukan pembahasan dengan beberapa pihak terkait, untuk menuntaskan Reperda ini.
Kepala desa dan Badan Perwakilan Desa (BPD) se Sidoarjo pun, sudah diundang untuk memberikan masukan sekaligus menyampaikan uneg-uneg dalam pembahasan Raperda ini.

Khusus untuk pembahasan dengan BPD, Pansus Raperda Pilkades mendapatkan masukan soal perlunya ada revisi terkait besaran honorer yang mereka terima.
“Saat melakukan audensi dengan kawan-kawan BPD, keluhan seputar minimnya honor yang mereka terima jika dibanding dengan perangkat desa bahkan dengan jajaran RT RW nya. Dan ini menjadi keluhan yang diusarakan paling getol,” tutur H.Kusman.
Masih menurut Kusman, sebenarnya besaran honor bagi BPD ini, tergantung masing-masing kekuatan APBdes di desanya.
Namun karena antara satu desa dengan yang lainnya berbeda, maka memang perlu dicarikan solusi untuk itu.
“Tetap akan kita sampaikan keinginan BPD ini ke pemerintah daerah untuk mendapatkan solusi. Apapaun jalan keluarnya semoga nanti bisa diterima,” tutur Kusman.
Secara hitung-hitungan anggaran menurut politisi PKS ini, sebenarnya tidak terlalu besar dikeluarkan oleh pemerintah daerah pada APBD.
Jika setiap anggota BPD mendapatkan subsidi honor sebesar Rp 1 juta dengan jumlah 352 desa kelurahan yang ada, maka besar anggaran sekitar Rp 43 miliar.
“Angka ini cukup realistis untuk persamaan hak bagi BPD,” ujar Kusman.
Hj Ainun Jariyah ketua Pansus Raperda Pemilihan Kepala Desa menambahkan, untuk permintaan penyamaan honor BPD dengan perangkat desa ini, sebenarnya tidak masuk dalam point Raperda yang dibahas.
namun karena keluhan ini disampaikan saat pelaksanaan hearing, maka tidak ada salahnya jika Pansus menyampaikannya ke pemerintah daerah.
“Tetap kita sampaikan persoalan ini untuk dikaji. Bahkan kita juga akan melakukan konsultasi soal ini,” ungkap Ainun.
Sementara itu khusus terkait pembahasan raperda dengan kepala desa melalui paguyuban kepala desa Sidoarjo, Ainun mengaku sedikit terjadi tarik ulur pada point pelaksanaan Pilkades serentak pada tahun 2015 yang akhirnya disetuji pada tahun 2016.

Tarik ulur ini terjadi, karena ada beberapa kepala desa yang mengganggap, pengunduran jadwal Pilkades serentak itu berkaitan dengan politik yang ada.
‘Setelah kita bahas dan kita berikan alasan mendasar, akhirnya Pilkades serentak dilakukan pada tahun 2016,” tutup Ainun Jariyah.(Abidin)















