SIDOARJO (kabarsidoarjo.com) Mantan Camat Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo Abdul Halim didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengadaan tanah untuk proyek pembangunan garduk induk PT PLN di Desa Boro di Pengadilan Negeri Sidoarjo.
Jaksa Penuntut Umum, Hartono menyebutkan terdakwa mengetahui dan menyetujui proses pelepasan lahan seluas 28 ribu meter persegi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 3,2 miliar.
“Terdakwa berperan mencairkan dalam konspirasi pengadaan lahan,” kata Hartono dalam dakwaannya, Kamis (19/08/2010).
Apalagi, dalam pengadaan lahan tersebut tak melibatkan Panitia Pembebasan Tanah (P2T) Pemerintah Sidoarjo. Padahal dalam instruksi direksi PT PLN pengadaan lahan minimal seluas 1.000 meter persegi harus melalui P2T Pemerintah daerah setempat. Terdakwa, katanya, bersekongkol menggunakan laporan pertanggungjawaban dana operasional pembebasan lahan secara fiktif.
Terdakwa secara bersama-sama menggunakan dana operasional pembebasan lahan sebesar Rp 650 juta. Diantaranya, digunakan untuk adminsitrasi, operasional dan sertifikasi. Namun, kenyataannya pembebasan lahan tersebut tak menggunakan jasa P2T pemerintah Sidoarjo.
“Terdakwa mencairkan dana untuk memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi,” jlentreh Hartono.
Dana operasional tersebut, ternyata untuk para pihak yang terlibat dalam pengadaan lahan tersebut. Diantaranya Sri Utami dan Budiman (pejabat PT PLN Proyek Pembangkit Jaringan Jawa-Bali dan Nusra), Arif Mahmudi Kepala Desa Boro dan Abdul Halim. Mereka juga didakwa dalam kasus yang sama dalam persidangan terpisah. Masing-masing mendapat bagian antara Rp 250 juta-Rp 5 juta.
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Jawa Timur Juli 2010 menyebutkan pengadaan tanah di Desa Boro pada Oktober 2007 merugikan keuangan negara sebesar Rp 3,2 miliar. Alasannya, selain membuat laporan pertanggungjawaban dana pengadaan lahan secara fiktif juga terjadi penggelembungan biaya pembelian lahan.
Pengadaan tanah seluas 28.200 meter persegi dibeli dari pemilik lahan seharga Rp 110 ribu per meter. Namun para pelaku mengajukan proposal harga tanah sebesar Rp 225 ribu per meter persegi. (Arip)