SIDOARJO- Produk Hukum yang di keluarkan Kepolisian Daerah Jawa Timur melalui SP3 adalah produk hukum yang belum final. Pasalnya, SP3 bisa dicabut jika ditemukan bukti bukti baru (novum) menyangkut kasus semburan lumpur di Desa Siring Porong.
Setidaknya begitu lontaran yang di sampaikan Subagio praktisi Hukum dalam diskusi menyikapi SP3 kasus lumpur yang di gelar di Lesehan Barokah Kelurahan Gedang Porong Minggu (5/10).
“Banyak kemungkinan bukti lain yang bisa dipakai,misalnya hasil audit BPK, “ tegasnya.
Masih menurut Subagio, keluarnya SP3 itu bisa jadi merupakan perangkap hukum jika ada pihak yang mengajukan keberatan melalui praperadilan dan praperadilan ini ditolak oleh penagadilan.
“Maka pengadilan akan menetapkan kasus Lapindo sebagai bencana alam.Lebih baik jangan ditempuh proses praperadilan ini. Bisa jadi ini jebakan hukum, “ terang Subagio yang alumni fakultas hukum Ubaya ini
Dalam diskusi ini, hadir sejumlah korban asal desa yang masuk wilayah terdampak serta puluhan warga sejumlah desa yang belum masuk peta terdampak dan belum menerima skema pembayaran ganti rugi.
Beberapa warga yang hadir dalam diskusi ini juga memprotes keluarnya SP 3 oleh Polda Jatim, Ny Ninik misalnya, dia melihat dengan keluarnya SP3 ini maka pembayaran ganti rugi semakin tidak jelas arahnya.
“Pembayaran ganti rugi kan belum semuanya lunas, “ katawarga Desa Kedung Bendo Tanggulangin ini.
Untuk itu dia berharap, pertemuan ini tidak sebatas hanya diskusi saja. Namun ada aksi nyata lanjutan sehingga bisa mengurangi derita korban lumpur yang terombang-ambing dengan segala perubahan kebijakan salah satunya oleh pemerintah pusat. “ Harus ada aksi nyata, “tandasnya.
Sementara itu, kabar adanya penetapan status bencana alam lumpur Lapindo oleh kalangan DPR RI di tanggapi gamang oleh warga korban lumpur. karena ika itu benar-benar terjadi, dipastikan penderitaan warga korban lumpur semakin bertambah.
“Mestinya DPR tidak ngurusi penyebab bencana sehingga menetapkan status
bencana. Namun mencari solusi bagaimana nasib para korban lumpur, “ kata Subagio mengomentari kecemasan warga.
Sehari sebelumnya, korban lumpur tergabung dalam Gabungan Korban Luapan Lumpur (GKLL) menggelar acara halal bihalal di GOR Sidoarjo,Sabtu (3/10) malam.
Mereka berasal dari Desa Siring, Jatirejo dan Renokenongo Porong berkaos seragam orange bertuliskan Terima KasihKeluarga Bakrie memadati gedung lapangan basket dan futsal tersebut. Acara yang dihadiri generasi ketiga keluarga Bakrie ini juga dihadiri Emha Ainun Nadjib dan istrinya Novia Kolopaking, serta sejumlah petinggi Lapindo Brantas Inc (LBI) dan PT Minarak Lapindo Jaya, juru bayar ganti rugi yang memberesi korban lumpur Lapindo.
“Kami ingin saling memaafkan baik sesama korban lumpur maupun dengan penerus
keluarga Bakrie, “ kata Khoirul Huda, Sekretaris GKLL, Sabtu (3/10).(Abidin)













