SIDOARJO (kabarsidoarjo.com) Terdakwa perkara dugaan korupsi pengadaan tanah Pasar Induk Agrobisnis (PIA) Jemundo dengan terdakwa Sudarto mulai disidangkan. Sudarto tercatat sebagai terdakwa dan dulu menjaba sebagai bendahara.
Sidang di Pengadilan Negeri Sidoarjo dengan agenda pembacaan dakwaan. Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ujang Supriyadi menyatakan akan mendatangkan semua saksi yang terkait dengan perkara tersebut.

“Semua saksi yang terlibat akan didatangkan dan harus hadir,” ujarnya Rabu (23/6/2010).
Jaksa dengan tegas menyatakan bakal menghadirkan pejabat Sidoarjo dan Provinsi Jawa Timur yang terkait langsung dengan perkara tersebut. Dalam sidang pembacaan dakwaan yang dipimpin oleh hakim ketua Abdul Aziz, jaksa menyatakan bahwa kegiatan pembebasan tanah untuk kepentingan PIA telah merugikan negara.Yang dalam hal ini adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur senilai Rp 1,2 miliar.
Sehingga perbuatan terdakwa dalam dakwaan primair disebutkan telah melanggar dan diancam pidana sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Sedangkan dakwaan subsidair, terdakwa dijerat dengan pasal 3 jo pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Setelah JPU selesai membacakan dakwaan, Penasehat Hukum terdakwa Sudarto, Wijono Subagyo, SH langsung menyampaikan nota keberatan kepada majelis hakim dan jaksa. Dalam nota keberatan diungkapkan ada tiga pokok nota keberatan.
Pertama error in procedure, dakwaan tidak disusun secara jelas, cermat dan lengkap dan yang ketiga adalah tempus delicti yang salah.
Menurut Wijono, dalam pasal yang didakwakan JPU dalam dakwaan primair maupun subsidair terdapat unsur yang dapat merugikan keuangan negara. Namun, kata Wijono, dalam proses penyidikan perkara Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku satu-satunya lembaga yang diberi kewenangan menilai dan menetapkan jumlah kerugian negara tidak pernah diminta dan menetapkan jumlah kerugian negara.
“Berdasarkan alasan tersebut jelas terdapat kesalahan prosedur,” ujarnya.
Wijono juga menyatkaan bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa adalah diawali dengan adanya surat dari Bupati Sidoarjo selaku Ketua Panitia Pengadaan Tanah. Yang diikuti dengan Nota Dinas dari Sekretarsi Daerah Provinsi Jawa timur perihal persetujuan pemberian uang muka.
“Sehingga perbuatan terdakwa adalah karena diperintah dan atas persetujuan pejabat yang berwenang,” urainya.
Sehingga, dakwaan jaksa yang menyatakan pembayaran yang dilakukan terdakwa tanpa melalui prosedur yang benar tidaklah cermat. Karena terdakwa selaku bendahara dalam proses pencairan dana telah melalui proses yang panjang dari permohonan pemilik tanah, nota dinas sekdaprov, acc gubernur, assisten III, kabag perlengkapan, rekomendasi bupati Sidoarjo selaku Ketua Panitia pengadaan tanah dan pimpro.
Kasus PIA Jemundo ini juga telah menyeret tiga empat terdakwa yang diputus bebas majelis hakim dalam sidang di PN Sidoarjo awal Januari 2008. JPU akhirnya mengajukan kasasi atas putusan ini hingga akhirnya MA mengabulkannya.
Sudah ada tiga terpidana yang sudah dieksekusi yaitu Aniek Susdiyatun (Pimpro PIA Jemundo), Teddy Rasphadi (mantan Camat Taman Sidoarjo), Sigit Subekti (mantan Kabag Pemeliharaan Aset Pemprov Jatim), dan Jakoeboes Musa (makelar tanah) yang hingga kini masih buron (DPO).
Ketidak hadiran terdakwa lain yakni Sugeng Riyono sempat membuat Hakim jengkel dan memerintahkan melalui kuasa hukum terdakwa agar terdakwa lebih mementingkan persidangan dan berani menolak perintah atasan demi kelancaran persidangan. (Arip)













