SIDOARJO (kabarsidoarjo.com)- Sidang gugatan penolakan relokasi tol Porong dan pembangunan jalur arteri yang dilakukan Warga Porong, gagal digelar di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Rabu (30/6/2010).
Pasalnya, para tergugat baik dari pihak BPLS dan Bupati Sidoarjo tidak hadir dalam persidangan ini.

Warga yang menunggu dari pagi mengaku kecewa karena sidang dengan agenda mediasi tidak bisa dilaksanakan.
“Kami siap menunggu sampai kapan pun, bahkan sampai satu tahun kami siap menunggu,” kata Kastawi salah satu warga.
Dalam materi gugatan disebutkan, warga yang melakukan gugatan adalah pemilik tanah yang terkena rencana relokasi tol dan arteri jalan Raya Porong.
Mereka menilai para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan perubahan harga penawaran ganti rugi berkali-kali pada tahun 2007.
Para tergugat tidak mempunyai standar penawaran harga yagn jelas dan transparan,
“Kami sudah minta kepada tergugat II (Bupati dan tim P2T) untuk memberikan informasi hasil penilaian dari tim apprasial, tapi tetap tidak diberi,” kata Kastawi
Masih menurut Kastawi, gugatan yang diwakili oleh lima orang ini adalah perwakilan dari 100 orang lebih yang sampai saat ini menolak pembebasan tanah mereka.
Luas tanah yang dimiliki oleh perwakilan ini seluas 6 hektar yang terdiri dari 2 hektar tanah kering dan 4 hektar tanah sawah.
Kastawi menceritakan, pada tahun 2007, tergugat II menawar harga tanah di Desa Kalisampurno Rp 35 ribu per meter persege untuk tanah sawah dan Rp 75 ribu per meter per segi untuk tanah kering.
Namun, pada tahun 2008 harga taksiran ditutup Rp 120 ribu /M2 dengan disertai surat peringatan bagi yang setuju tanda tangan kesepakatan, dan bagi yang tidak setuju tidak ada jawaban.
Di tahun yang sama, harga tanah kembali ditutup dengan harga Rp 475 per meter persegi untuk tanah kering di Ketapang dan Rp 480 ribu di Kesambi.
Dan di Kelurahan Juwet Konongo Rp 725 ribu yang berada di pinggir jalan dan Rp 500 ribu per meter per segi untuk tanah yang berada di dalam.
“Semuanya disleesaikan mulai Oktober 2009 pembayarannya,” ujar Kastawi.
Namun, warga yang masih menolak atau yang belum ada kesepakatan melakukan gugatan kepada para tergugat karena tidak pernah membuka harga penawaran dari hasil penilaian yang dilakukan tim independen yang ditunjuk pemerintah. (Arip)












