SIDOARJO (kabarsidoarjo.com)- Pemkab Sidoarjo terus berupaya mengatasi genangan air di Desa Kedungbanteng dan Banjarasri Kecamatan Tanggulangin.
Salah satunya dengan melibatkan Institut Teknologi Sepuluh November/ITS Surabaya.
Tim kajian penanganan genangan kawasan Desa Kedungbanteng dan Banjarasri Kecamatan Tanggulangin melaporkan hasil kajiannya kepada Pj. Bupati Sidoarjo Dr. Hudiyono M.Si di pendopo Delta Wibawa.
Dari dari Pemkab Sidoarjo sendiri sampai pihak Polresta dan Kodim 0816 Sidoarjo telah terjun kelapangan.
Pemkab Sidoarjo juga melibatkan tim kajian dari ITS Surabaya serta Universitas Brawijaya.
Kajian yang dibuat dua perguruan tinggi tersebut akan di pakai dasar dalam mengambil langkah deskresi kebijakan penanganan genangan di dua desa itu.
Hudiyono mengatakan normalisasi sungai di desa tersebut sudah dilakukan.
Alat berat diturunkan untuk melakukan pengerukan mulai dari Banjarpanji sampai Banjarasri. Namun hasilnya belum maksimal.
Banyak sampah maupun enceng gondok yang menghambat normalisasi sungai tersebut.
Dirinya melihat penyempitan sungai serta hulu sungai yang yang lebih rendah dari pembuangannya juga menjadi kendala.
Melihat hal itu Pemkab Sidoarjo telah memasang pompa penyedot air. Namun hasilnya masih belum juga maksimal menekan ketinggian air.
“Kita tidak henti-hentinya merasa prihatin dengan mereka, kita sudah urug, bangun jalannya tapi masih ada yang banjir, kalau lihat mereka kasihan mereka,”ucapnya.
Ketua Tim Kajian ITS Surabaya Amien Widodo mengatakan beberapa tim diturunkan dalam penanganan genangan Desa Kedungbanteng dan Banjarasri.
Diantaranya tim penurunan tanah, tim pemetaan dengan drone, tim hydrologi serta tim geofisika dan tim perencanaan wilayah kota.
Tim itu nantinya akan melihat lebih jelas penyebab genangan yang kemudian akan dikeluarkan rekomendasi penanganannya.
Dari hasil kajiannya terdapat penuruan tanah di sebagaian wilayah yang tergenang. Bahkan disatu tempat ada penurunan tanah sampai 10 cm dalam waktu sebulan. Namun pengukuran tanah tersebut masih dilakukan dua kali. Butuh tiga kali pengukuran untuk memastikan jeda waktu terjadi penurunan tanah. Dikatakannya banyak faktor terjadinya penurunan tanah. Seperti pemompaan secara berlebihan dari Lapindo disekitar wilayah tersebut. Namun dari laporan Kades Banjarpanji, saat ini aktifitas penyedotan air tanah sudah berhenti.
“Harusnya ada penambahan pengukuran sekali lagi sehingga kita bisa tahu rata-rata penurunannya atau bahkan penurunannya sudah berhenti,”ucapnya.
“Dari hasil geolistrik itu kita tahu tanah itu tanah lempung,”tutup Amin. (sigit/k)