SIDOARJO (kabarsidoarjo.com)- Aksi unjuk rasa 45 petani tambak yang mengklaim sebagai pemilik sah tambak seluas 96 H di kawasan Kedung Peluk kecamatan Candi, dibantah keras oleh H.Saiful Ilah pemilik sah tambak tersebut.
Menurut H.Saiful Ilah, tambak seluas 96 H yang terdiri dari tambak sartin, tambak compreng dan tambak Brasan tersebut, dibeli neneknya yang bernama Hj Asmah antara tahun 1945, tahun 1949 dan tahun 1964.

Namun karena adanya peraturan landreform, ketiga tambak itu direstribusikan pada 45 orang sesuai dengan SK KINAG Jatim No I/Agr./11/XI/101/III tanggal 16 November 1964. sedangkan pemilik yang sah kebagian 6 H.
“Karena meletus peristiwa G30/S PKI pada tahun 1965 dan sebagian dari pemegang SK Retribusi terlibat didalamnya, banyak pemenang SK yang merasa takut dan melenyapkan SK nya masing masing.
Namun begitu, tagihan pembayaran retribusinya tetap di ambilkan kepada bekas pemilik yang sah yakni H.Anwar Asmah yang tak lain adalah kakek saya,” ungkap Saiful Ilah.
Selanjutnya, setelah tanah tambak itu di civimissionkan ke kesatuan Brimob Porong oleh Pemda Sidoarjo pada tahun 1967, hingga pada tahun 1991 para ahli waris pemegang SK retribusi, membentuk pengurus untuk menuntut hak tanah tambak kepada Sat Brimob Porong melalui Yayasan Argomulyo.
“Pada tahun 1992, saya diangkat sebagai penyandang dana untuk melanjutkan proses hukum kepemilikan sawah tambak ini dengan perjanjian mengelola tambak Brasan compreng dan Sartin tersebut,” tegas Saiful Ilah.
Pada tahun 1993, pihak PN Sidoarjo memenangkan proses hukum tuntutan kepemilikan sawah tambak ini kepada para petani tambak, yang kemudian dikuatkan lagi melalui keputusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur.
“Pada tahun 1994, Haris Soetjipto mewakili ke 45 petani tambak menjual tanah tambak itu kepada saya dan kembali diperkuat pada tahun 1997 untuk menguatkan akte notaris yang sudah dibuat. Dan saya tegaskan kembali, tanah tambak itu sah milik saya” terang ketua DPC PKB Sidoarjo ini.
Sementara itu terkait aksi demo para ahli waris 45 petani tambak ini, Saiful Ilah menengarai ada nuansa politis yang ikut bermain.
Pasalnya, setiap dirinya mencalonkan diri sebagai pimpinan daerah, pasti aksi unjuk rasa seperti ini kembali terjadi.
“Aksi ini persis seperti aksi tahun 2005 dan 1999,” tuturnya. (Abidin)














